Review Film: Menyaksikan Akhir yang Apik dalam Maze Runner: The Death Cure

Petualangan Thomas (Dylan O’brien) dan kawan-kawan kini menemui akhir. Maze Runner ketiga bertajuk “The Death Cure” yang diadaptasi dari novel terkenal karya James Dashner ini dieksekusi dengan baik oleh sang sutradara Wes Ball.
Maze Runner: The Death Cure menceritakan perjuangan Thomas dan teman-temannya dalam menyelamatkan Minho (Ki Long Hee) dari tangan WCKD, organisasi yang telah melakukan eksperimen terhadap anak-anak yang memiliki imun terhadap virus The Flare. Virus ini membuat orang yang terinfeksi menjadi crank, yaitu sejenis mahkluk zombie. Di lain sisi, Teresa yang dalam The Scorch Trials mengkhianati Thomas dan bergabung dengan WCKD, semakin dekat dalam menemukan obat yang akan menyembuhkan orang yang terinfeksi.
 
Di balik dinding kokoh, Teresa dan WCKD melakukan eksperimen demi eksperimen yang menyiksa Minho dan anak-anak yang imun lainnya. Mengetahui apa yang dilakukan WCKD kepada anak-anak yang imun, Thomas tidak tinggal diam. Dengan bantuan kawannya, bisakah Thomas menyelamatkan Minho?
 

 
The Death Cure tanpa basa-basi memulai film yang akan memacu adrenalin penonton. Penonton akan disuguhkan dengan adegan kejar-kejaran antara mobil dan kereta. Dengan suguhan atmosfer ala Mad Max, jantung penonton akan berdegup kencang dari awal film.
Wes Ball mengemas film ini dengan baik dengan jalan cerita yang simpel namun sangat menghibur. Walau berdurasi panjang selama dua jam lebih, film ini dikemas secara padat sehingga tidak akan membuat penonton bosan. Setiap adegannya akan membawa mata penonton terpesona dengan perjuangan Thomas di dystopian future ini.
The Death Cure mengambil keputusan yang baik dengan tidak membagi penutup Maze Runner Saga ini menjadi dua part seperti beberapa serial film yang lain, seperti The Hunger Games, Harry Potter, dan Twilight. Keputusan lain yang dapat dikatakan baik juga dengan menghadirkan kembali karakter lama yang membawa angin segar di film ini.
Dari segi sinematografi, The Death Cure berhasil menghadirkan dystopian future yang akan menggambarkan secara jelas situasi dunia yang kacau. Hamparan kota-kota hancur dalam film ini mirip dengan hancurnya Raccoon City dalam Resident Evil.  CGI yang ditampilkan dalam film ini sangat baik dan rapi. Dengan jelas penonton akan melihat reruntuhan gedung yang terlihat nyata. Scoring film ini pun juga berhasil dieksekusi dengan baik dan membuat jantung penonton berdegup kencang sambil berpacu dengan emosi yang dibangun dalam film ini.

Akting yang baik dari beberapa karakternya menambah daftar positif yang membuat film ini sayang untuk dilewatkan. Walau tidak ada yang spesial, performa Dylan O’brien cukup berhasil dalam menghadirkan keberanian Thomas di layar lebar. Apresiasi lain juga patut diarahkan kepada Thomas Brodie-Sangster dalam memerankan Newt, tanpa akting yang lebay ia berhasil memerankan seseorang yang terinfeksi dengan baik. Aidan Gillen juga memerankan Janson, seorang kepala keamanan WCKD dengan baik. Pria yang dikenal sebagai Little Finger dalam Game of Thrones dijamin akan membuat penonton mengepal tangan kesal.
Namun, film ini juga memiliki kekurangan. The Death Cure membuat kesalahan dengan terlalu menomorsatukan karakter utama. Walau demikian, ini masih bisa ditoleransi. Dengan kelebihan dan kekurangannya, Maze Runner: The Death Cure menjadi akhir yang apik dalam saga ini.

Maze Runner: The Death Cure sedang tayang di bioskop, Beli tiketnya di BookMyShow.
Penulis: Angga Septian
 
Baca Juga:
10 Film Yang Paling Ditunggu Di Tahun 2018
Review Film: Aksi Heroik 12 Tentara Berkuda Amerika
 

3 thoughts on “Review Film: Menyaksikan Akhir yang Apik dalam Maze Runner: The Death Cure

Comments are closed.