Gebrakan Rako Prijanto Bikin Film Dengan 85 Persen Efek Spesial

Tingginya minat menonton film bergenre komedi di industri perfilman Indonesia tidak membuat sutradara dari Oreima Films Rako Prijanto latah ingin membuat film bergenre serupa. Sutradara 3 Nafas Likas ini tengah menggarap film bertema bencana berjudul Bangkit yang diperkirakan akan rilis pada Juli 2016.

Tak hanya Bangkit, Rako Prijanto bersama Oreima Films juga sedang merancang beberapa film baru. Bakal seperti apa film-film dari Oreima Films? BookMyShow Indonesia berkesempatan untuk berbincang langsung dengan sutradara Rako Prijanto di kantor Oreima Films pada 20 April 2016.

 

Seperti apa kisah film terbaru Oreima Films yang berjudul Bangkit?

Jadi, film Bangkit itu bercerita tentang bagaimana karakter-karakter dalam film menyelesaikan sebuah konflik dan kebetulan konfliknya itu adalah bencana alam banjir dan gempa yang terjadi di Jakarta. Film ini bercerita tentang bagaimana orang-orang ini melakukan tindakan untuk menyelamatkan keluarga dan Jakarta yang bisa membuat inspirasi untuk para penontonnya.

 

rako-prijantoApa yang melatarbelakangi pembuatan film ini?

Oreima Films sebenarnya ingin mencoba sebuah kreativitas yang belum pernah dilakukan oleh filmmaker Indonesia sebelumnya. Karena memang secara teknis, film ini sangat susah karena melibatkan visual efek dan spesial efek yang mencapai 85 persen. Lalu, genre ini sebenarnya juga mungkin baru dilakukan oleh kami sekarang. Karena biasanya film bencana itu tuh post setelah disaster jadi apa yang dilakukan orang setelah bencana itu terjadi.

Kalau film ini tuh memang dari awal bagimana bencana itu terjadi dan bagaimana cara mengatasinya. Buat saya pribadi, ini tantangan banget karena saya dan Oreima ingin membuat sesuatu bagi perfilman nasional, meningkatkan kualitas (film Indonesia). Kami ingin memajukan film Indonesia agar dipercaya penonton. Lalu, kami mau melakukan edukasi secara tidak langsung kepada penonton Indonesia, kira-kira kalau terjadi bencana, terutama banjir di Jakarta, tindakan preventif apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat Jakarta. Nomor telepon berapa yang harus dihubungi.

 

Selain visual effect tadi, tantangan apalagi yang didapat saat membuat film ini?

Tantangan untuk bikin film ini kalau buat saya sih yang pertama justru meyakinkan orang-orang, yaitu para stakeholders, kru, dan pemain bahwa sudah saatnya Indonesia membuat film seperti ini. Butuh detail-detail dan pendekatan khusus kepada orang-orang ini untuk bisa memahami secara teknis bagaimana bisa mengerjakan film ini. Kalau kendala-kendala di lapangan sudah kita pecahkan saat pre-production, jadi ketika mengeksekusinya kita juga tidak banyak hambatan.

 

Lokasi syutingnya di lokasi nyata atau menggunakan green screen?

Hampir semuanya itu di lokasi yang sebenarnya. Green screen itu malah kita mix dengan lokasi yang sebenarnya. Ada beberapa juga scene yang kita ambil di studio. Jadi, ada jenis film yang misalkan dalam satu adegan itu butuh minimal 3-4 lokasi yang berbeda. Memang ruwet sih film ini. Bisa dibilang sangat susah secara teknis.

 

Sebagai sutradara film, apa target Anda tahun ini?

Saya ingin bikin film yang baik yang punya eksklusivitas tinggi dan membuat penonton Indonesia lebih percaya kepada film Indonesia. Semoga saya, Oreima, dan teman-teman kru di sini bisa naik kelas.

 

Bicara tentang genre film, industri film Indonesia sedang marak dengan genre komedi. Menurut Anda, genre apa yang paling diminati dan mengapa saat ini gencar sekali komedi?

Saya lihat ini lebih berhubungan dengan maraknya media sosial. Karena genre komedi ini kebetulan sejalan dengan tumbuh kembangnya para komik. Para stand up comedian itu punya followers yang sangat banyak jadi cara promosi mereka dan itu sangat efisien. Sepertinya para followers ini juga setia. Nah, itu dipakai oleh produser dan marketing untuk bisa menjual filmnya.  Kalau saya lihat sih gitu.

Lalu, mungkin ketika Festival Film Indonesia 2014 di Palembang ketika Bapak Joko Widodo datang, di situ Jokowi mengimbau filmmaker untuk lebih banyak bikin film bergenre komedi. Saya juga tidak tahu kenapa, mungkin untuk hiburan masyarakat di tengah suasana politik ekonomi yang mungkin juga masih membutuhkan kerja keras. Mungkin genre komedi ini bisa hadir sebagai oase bagi mereka.

Kalau kita bicara tentang genre yang paling diminati masyarakat sih saya pikir masyarakat Indonesia bukan tergantung pada genre tertentu, lebih kepada kontennya. Asal film itu secara konten dan estetika bagus, saya rasa masyarakat akan nonton kok. Ya intinya sih menghibur dan punya estetika bagus gitu saja.

 

Ada niat untuk buat film komedi?

Untuk saat ini belum ada. Karena, menurut saya komedi itu juga susah dibikin. Tidak semua kalangan itu punya lawakan yang sama. Dari kelas sosial saja cara ketawanya sudah beda. Jadi, itu sih yang harus dipikirin matang-matag. Meramu komedi ke dalam sebuah film yang bagus. Menurut saya film komedi terakhir yang bagus itu Quickie Express (2013).

 

Film selanjutnya dari Oreima Films selain Bangkit dan Terjebak Nostalgia?

Kami sedang mempersiapkan, masih dalam tahap research. Kami ingin bikin film silat. Karena kemarin Miles Films bikin Pendekar Tongkat Emas (2014), saya sebagai pecinta film silat itu saya gatel kayak ingin membuktikan ke penonton Indonesia dan dunia bahwa Indonesia ini punya silat dan budaya yang bisa diangkat. Kayak kemarin The Raid juga gitu. Karena juga menurut saya film Asia kayak Hong Kong, Cina, Korea, Taiwan, dan Jepang itu mereka mendunia karena film-film bergenre kung fu dan silat. Nah, kenapa Indonesia tidak mencoba untuk itu. Saya berharap orang Indonesia asli yang memahami budaya bisa bikin film dan semoga bisa mendunia.

 

Baca juga:

Rako Prijanto Anggap Investasi Asing di Industri Film Bisa Jadi Sarana Transfer Ilmu

Leave a comment