Review Film: Ford v Ferrari Memacu Takdir di Kecepatan 7.000 RPM

Entah apa yang ada di pikiran Lee Iacocca (Jon Bernthal) ketika ia mendatkan predikat sebagai divisi yang paling buruk di Ford Motor Company. Diambang kebobrokan, ia justu menawarkan ide yang selama ini sulit untuk diterima oleh para eksekutif, termasuk sang pemilik Ford. Henry Ford II (Tracy Letts). Apa yang sebenarnya ditawarkan Lee? Semuanya disajikan dalam review Ford vs Ferrari, sebuah perjalanan legendaris tentang dunia otomotif, intrik dan bagaimana perjuangan seorang pebalap meyakinkan pemilik uang.

Le Mans 24 Hour adalah ajang balapan bergengsi yang sulit untuk dilupakan. Sama sulitnya ketika mengetahui Ferrari adalah penguasa balapan ini. Apalagi, hampir semua balapan Le Mans, semura orang-orang di Ferrari sangat akrab dengan Italia. Hanya ada satu nama Amerika yang pernah tampil membuat Ferrari sempat berpikir keras untuk memenangkan balapan berikutnya. Namanya adalah Carroll Shelby (Matt Damon).

Ikut, langsung juara, namun takdir berkata lain. Akibat balapan tersebut ia tak bisa lagi berada di pacuan mobil-mobil bertenaga kuda. Sementara itu, di tempat lain, ada seseorang bernama Ken Miles (Christian Bale). Asli Inggris, dan pindah ke Amerika. Ia punya bengkel dan paham mesin. Bahkan, ia ‘iseng’ untuk ikut balapan amatir. Kedua orang yang nantinya punya takdir sama. Takdir berada dalam kecepatan 7000 rpm. Takdir yang akhirnya juga ikut mengubah nasib mereka. Nasib yang dimulai gara-gara presentasi Lee Iacocca di depan Henry Ford II. Semuanya akan disajikan dalam ulasan atau review Ford v Ferrari berikut ini.

Biopic yang “Extraordinary”

film-ford-vs-ferrari-duel-sengit-the-deuce-lawan-il-commendatore

Ada nama James Mangold yang mengemudikan film ini sebagai sutradara. Ia terlibat menata setiap elemen film ini, meskipun bukan penulis naskahnya. Lagi-lagi, James Mangold memang punya kualitas yang menarik. Membuat drama-biografi jadi luar biasa. Entah, kenapa film ini seperti mengalir dengan lugas dan tangkas tanpa harus menumbuhkan dramatisasi yang berlebihan.

James Mangold menyesakkan drama yang sempat mengantuk di awal film. Namun, ia membagi semua plotnya dengan sangat-sangat rapi. Sesekali penonton akan dibawa pada konflik Henry Ford II, raguny-ragunya Carrol Shelby hingga bengalnya Ken Miles.

Di sela-sela itu, penonton kemudian diajak berpacu mengikuti kecepatan yang membuat film ini memberikan jawaban apa arti sebuah kecepatan, gengsi, kekuasaan, dan kejujuran. Semuanya akan tertuju pada pembuktian akhir, sebuah makna penting dibalik kecepatan 7.000 RPM yang selalu dipacu oleh para pebalap dan setiap orang yang punya kepentingan

Selan itu, sebagai sebuah film biopic, fokus film ini justru mengaburkan pandanganan penonton pada satu tokoh saja. James Mangold menempatkan semuanya menjadi ‘sasaran’ di film ini. Karakter legendaris macam Ken Miles dan Carrol Shelby boleh saja jadi fokus film ini. Bahkan, beberapa penonton mungkin saja akan mengklaim ia adalah pemeran utamanya. Namun, di film ini semua punya peran utamanya. Bahkan, mungkin penonton pun akan mengira film ini akan menampilkan adu cepat nan keren antara Ford melawan Ferrari. Namun, bukan itu.

Film ini lebih dari itu. Bahkan untuk karakter yang memerankan seorang Enzo Ferrari hingga si ambisius nan penjilat seperti Leo Beebe (Josh Lucas) saja punya tempat mengalirkan cerita film ini. BookMyShow menyebutnya sebagai film biopic yang “extraordinary” di tahun 2019.

“All Hail” Christian Bale!

review-film-ford-v-ferrari-memacu-takdir-di-kecepatan-7-000-rpm

 

Sebagai sebuah film biopic, mata penonton tertuju pada Christian Bale sebagai Ken Miles. Bukan, ia bukan pemeran utama di film ini, bahkan sangat sulit untuk menentukan siapa yang jadi pemeran utama. Caroll Shelby atau Ken Miles. Namun, tetap saja Christian Bale adalah pembeda.

Bicaranya Christian Bale, ia selalu tampil berusaha total untuk filmnya. Kali ini, berperan sebagai seorang Ken Miles, pebalap legendaris dari Inggris. Aroma arogan dan bengal sangat-sangat berhasil ia mainkan. Idealis, adalah sosok Ken Miles yang disajikan dengan tanpa basa-basi. Aksen Inggris yang memang sudah begitu ia pahami juga sangat-sangat tepat dimainkan dengan baik.

Melihat Christian Bale tampil di film Ford v Ferrari, rasa-rasanya satu nominasi Oscar laik untuk disematkan pada Christian Bale. Bukan, bukan sebagai pemeran utama memang, sebagai pemeran pembantu rasanya pantas untuk aktor dari Inggris ini. Hail Christian Bale!.

Chemistry Kuat Bale dan Damon

review-film-ford-v-ferrari-memacu-takdir-di-kecepatan-7-000-rpm

Entah berapa lama proses film ini dibuat. Entah seperti apa pula usaha pihak rumah produksi menempatkan dua aktor besar macam Christian Bale dan Matt Damon dalam satu frame. Namun, chemistry yang terjadi antara peran Bale sebagai Ken Miles dan Damon sebagai Shelby benar-benar patut diacungi jempol. Plus, acungan jempol juga patut diberikan pada penulis naskah untuk film Ford v Ferrari.

Chemistry mereka sudah seperti terjalin kuat di film ini. Totalitas memang jadi kunci bagi dua pemeran ini. Christian Bale yang arogan dan Matt Damon yang peragu-ragu. Semuanya digambarkan dengan jelas sejak awal film oleh dua aktor.

Chemistry tak hanya milik dua orang ini. Pemeran-pemeran lainnya pun tampil nyaris tanpa cela. Lihat saja Tracy Letts  yang benar-benar bisa memainkan peran sebagai Henry Ford II atau istri Ken Miles  Mollie Miles yang diperankan dengan sangat baik oleh Caitriona Balfe. Chemistry mereka menyatu dalam satu poin cerita film biopik, dan ini bagus.

Secara keseluruhan, film Ford v Ferrari adalah film yang wajib ditonton. Bukan hanya bagi penggemar film biopic atau film yang menampilkan kebut-kebutan.