Review Film: Susi Susanti Love All, Perjuangan Sang Legenda Bulu Tangkis

Akhirnya yang dinanti-nanti datang juga! Film biopik olahraga Susi Susanti Love All ini akan tayang di bioskop minggu ini. Siapa yang tidak mengenal sosok Susi, atlet pebulutangkis yang mengharumkan nama Indonesia pada tahun 80an dan 90an. Nah kisahnya diangkat dalam layar lebar lewat besutan Sim F. Yuk simak review filmnya

Susi Susanti Love All berawal dari masa kecil Susi Susanti (Moira Tabina Zayn) di Tasikmalaya. Saat lomba 17an, Susi menolak mengikuti lomba menari dan bersikeras menonton kakaknya berlomba bulu tangkis. Pada saat itu ia menantang lawan kakaknya bermain bulu tangkis, dan sukses mengalahkan. 

Lewat pertandingan tersebut, Susi pun ditawari untuk try out di PB Jaya di Jakarta. Ayahnya, Risad Haditono (Iszur Muchtar), yang merupakan mantan atlet bulu tangkis sangat mendukung Susi berangkat ke Jakarta. Di sana dia berlatih bersama anak-anak lainnya oleh sosok Rudi Hartono. Susi pun beranjak remaja semakin ambius untuk bertanding. 

Memenangkan World Championship Junior 1985, Susi pun melangkah ke pelatihan nasional PBSI dan semakin matang. Ia dilatih oleh Tong Sin Fu (Chew Kinwah) dan Liang Chu Sia (Jenny Chang). Di sana juga Susi bertemu teman-teman atlet seperti Alan Budikusuma (Dion Wiyoko), Ardy B. Wiranata (Nathaniel Sulistyo), Hermawan Susanto (Rafael Tan), Sarwendah Kusumawardhani (Kelly Tandiono).

Susi pun meraih beragam prestasi, mulai dari, medali emas di Sudirman Cup Jakarta tahun 1989, medali emas di World Cup  Guangzhou tahun 1989, medali emas di Olimpiade Barcelona tahun 1992 dan sederet medali lainnya yang ia menangkan. 

Puncaknya di tahun 1995, sebagai seorang keturunan Tionghoa Susi merasa resah karena status kewarganegaraannya masih tidak jelas. Padahal dia sudah membawa harum nama Indonesia di mata internasional lewat bulu tangkis. Belum lagi media yang membahas hubungan asmaranya dengan Alan mempengaruhi prestasinya.

Bagaimana Susi Susanti melewati semua itu?

Review Film Susi Susanti Love All, Perjuangan Sang Legenda Bulu Tangkis

Film Susi Susanti Love All mengajak kita melihat bagaimana perjalanan sosok legendaris Susi Susanti. Bermula dari mimpi gadis kecil, ketekunan, dan ambisinya memenangkan pertandingan, semuanya ditumpahkan dalam film ini.

Selain itu, semua prestasi dari Susi Susanti tidak terjadi begitu saja. Semuanya terjadi lewat perjuangannya dan latihan yang ketat. Dirinya sudah berlatih sejak muda, dan  juga tidak mudah jauh dari keluarga. Penonton yang suka merundung atlet jika mereka kalah harus menonton film ini karena menjadi seorang atlet tidak mudah. 

Tidak melulu bulutangkis, di film ini juga menyinggung gelojak politik Indonesia pada tahun kepemimpinan Soeharto. Kita melihat warga Indonesia keturunan Tionghoa yang pada saat itu sulitnya mencari status kewarganegaraan.  

 

Medali sebanyak apa pun tidak menjamin status warga negara mereka. Dalam film ini juga ada kutipan yang mengena di hati, “Atlet setelah turun podium, tingginya sama rata”. Kerusuhan 1998 pun sempat ditampilkan, sebuah luka lama yang menyesakkan dada. 

Dalam film kita pun disuguhkan pertandingan bulu tangkis yang tentunya membuat kita antusias, deg-degan seperti pada umumnya. Rasa nasionalis sangat terasa, terutama momen-momen Susi memenangkan pertandingan dan  lagu Indonesia raya dikumandangkan.

Momen paling gong tentunya saat Susi Susanti berkaca-kaca di ajang Olimpiade Barcelona dan saat mereka bertanding di Thomas Uber Cup di Hongkong tahun 1998. Jadi siapkan tisu ya. Drama dalam film ini terasa pas, dan ada beberapa adegan jenaka saat para atlet muda berada di PBSI. 

Laura Basuki Berhasil Perankan Sosok Susi Susanti Yang Ambisius

Berbicara akting, Laura Basuki sukses menjadi sosok Susi Susanti yang ambisius. Kemudian chemistry antara Dion Wiyoko yang memerankan Alan Budikusuma, juga tidak diragukan lagi. Momen-momen mereka mulai dekat dan berpacaran menggemaskan dan membuat penonton tersenyum. 

Lukman Sardi yang berperan sebagai M.F. Siregar pun harus diacungin jempol, kemudian sang pelatih  Chew Kinwah dan Jenny Chang, karakter mereka juga memiliki konflik dengan pemerintah karena status kewarganegaraan. 

Nah pemecah suasana tentu kita beri tepuk tangan kepada Kelly Tandiono yang berperan sebagai Sarwendah, kemudian sosok ibu Susi yang diperankan Dayu Wijanto yang jenaka dan sang ayah Iszur Muchtar yang tampil hangat setiap berinteraksi dengan Susi a.k.a. Laura Basuki. 

Sinematografi dan Tone Warna Yang Ciamik

Sinematografi dan tone warna yang seirama dalam film ini juga salah satu yang mencuri perhatian. Sim F berhasil menampilkan suasana 80an dan 90an, mulai dari gaya rambut, pakaian, ruko, toko dan kendaraan seperti mobil dan motor yang benar-benar vintange. Paling menggemaskan saat Susi dan Alan berkunjung ke restoran Trio menyantap Ciapo.

Ada beberapa detil yang dilupakan dalam film ini. Bulu mata ibu Susi untuk ukuran tahun 80an rasanya kurang pas, kemudian untuk aksen Sunda dan Jawa dari beberapa pemain kurang meyakinkan dan ada adegan yang terasa awkward, pada saat diari Susi diambil. Walau begitu film ini masih asyik  ditonton.  

Susi Susanti Love All merupakan sebuah film biopik yang menginspirasi dan nasionalis. Kita diajak melihat perjuangan sang legenda bulu tangkis dan gonjang-ganjing politik pada era tersebut. Para cast tampil solid, terutama Laura Basuki dan Dion Wiyoko. Dengan sinematografi yang ciamik, kamu dibawa bernostalgia di masa kejayaan bulu tangkis.

 Susi Susanti Love All tayang di bioskop mulai 24 Oktober 2019. Bulu tangkis merupakan olahraga yang menyatukan rakyat Indonesia, jadi film ini wajib banget kamu tonton bareng teman-teman dan keluarga. Kamu sudah bisa pesan tiketnya di aplikasi dan website BookMyShow