Review Film 11:11, Cerita Horor yang Indah Namun Mencekam

Andi Manoppo memang sudah sangat berpengalaman dalam produksi film horor, walaupun bukan sebagai sutradara. 11:11 adalah film debutnya sebagai penggarap film dan secara keseluruhan tidak begitu mengecewakan. Beberapa film yang pernah ia kerjakan seperti Kuntilanak (2006), Pulau Hantu (2007), Jailangkung (2017), Kuntilanak (2018), dan masih banyak lagi, membuat jalan cerita film 11:11 ini nyaman untuk diikuti.

Film ini secara keseluruhan menceritakan tentang Galih (Rendy Kjarnett), seorang mahasiswa arkeologi yang kehilangan ibunya saat masih kecil, di sebuah pulau terpencil bernama Tanjung Biru.

Untuk menjawab rasa penasaran tentang misteri kehilangan ibunya, Galih melakukan perjalanan menuju tempat tersebut bersama ketiga teman sesama penyelamnya, yaitu Ozan (Fauzan Smith), Martin (Bayu Anggara), dan anggota penyelam baru, Vania (Twindi Rarasati). Mereka menjelajahi pulau tersebut dengan menyelami laut di sekitarnya dan menemukan sebuah kapal yang karam di dasar laut. Di dalam kapal, mereka menemukan sebuah artefak kuno yang menjadi petunjuk untuk mencari ibu Galih.

Suasana Film yang Anti Mainstream

Source: Layar Production

Berbeda dengan film-film horor Indonesia lainnya, 11:11 mengambil latar di Pahawang dan Pulau Kiluan. Jika film horor Indonesia lain berlatar sebuah bangunan tua, kuburan, atau rumah berhantu, film ini menyajikan suasana yang berbeda.

Pada bagian awal cerita, penonton diajak untuk melihat keindahan laut Indonesia melalui pengambilan gambarnya, terutama pada saat tokoh utama menyelami perairan Tanjung Biru itu. Digambarkan juga bagaimana perjalanan jauh yang ditempuh untuk sampai ke tempat tersembunyi nan elok tersebut dengan pemandangan-pemandangan yang luar biasa indahnya.

Hal ini yang membuat nyaman untuk terus mengikuti dan menikmati jalan cerita ke depannya.

Konflik dan Teror yang Terburu-buru

Source: Warta Kota

Awalnya, cerita dibangun dengan sangat sabar dan tidak tergesa-gesa. Disajikan pengenalan masing-masing tokoh dengan baik berkat akting para karakter utamanya. Yang paling menarik perhatian adalah sosok Ozan yang mampu menghidupkan suasana lucu dengan humor-humornya pada setiap momennya.

Film Indonesia dirasa ‘kurang’ jika tidak ada bumbu romansa di dalamnya, mungkin ini lah yang membuat Andi Manoppo menumbuhkan cerita cinta antara Galih dan Vania yang sedikit terlihat klise.

Tiba akhirnya film memasuki adegan mencekam setelah sekelompok penyelam itu masuk ke ‘area terlarang’ di Tanjung Biru. Jika sebelumnya alur dibentuk dengan sabar, konflik yang disajikan langsung meneror penonton tanpa ampun. Adegan mencekam dengan tempo cepat pun dapat dibilang terlalu terburu-buru mengingat durasi film pun hanya sekitar satu jam lebih.

Masih Ada ‘Gap’ Kosong

Source: Warta Kota

Karena konflik dari pertengahan cerita menuju akhir cerita yang terburu-buru, hal ini membuat penonton merasakan adanya kejanggalan. Kurang dijelaskan kesinambungan antara misteri hilangnya ibu Galih, artefak kuno yang ditemukan di dasar laut, dengan hantu yang muncul meneror para penyelam ini.

Berkali-kali disebutkan juga kalau pulau Tanjung Biru ini sudah lama dikeramatkan. Namun, kehadiran tempat tinggal yang terbilang ‘mewah’ karena fasilitasnya yang lengkap di situ dirasa bertolak belakang dengan ceritanya.

Terlepas dari kekurangan-kekurangannya, film ini masih layak dan nyaman untuk ditonton secara keseluruhan. Ketegangan akan tetap dirasakan karena jumpscare yang banyak muncul di film ini. 11:11 sangat direkomendasikan untuk kamu yang ingin menonton film horor Indonesia dengan latar suasana yang berbeda.

Bosan dengan film romantis yang ada di bioskop minggu ini, BookMyShow merekomendasikan kamu untuk menonton 11:11.

Kamu bisa membuat ulasan atau review film 11:11 ini versi kamu sendiri. Film ini masih tayang di beberapa bioskop Indonesia. Pesan langsung tiket bioskopnya di situs atau aplikasi BookMyShow yang tersedia gratis bagi pengguna Android dan iOS.