Pengkhianatan, politik, dan baku hantam, adalah poin-poin cerita yang ditawarkan Foxtrot Six.
Indonesia memang tidak akan bubar, seperti yang diributkan oleh calon presiden Indonesia pada beberapa waktu yang lalu. Namun, tentu saja Indonesia bisa mengalami kemunduran.
Rakyat kelaparan, krisis politik dan moral. Sekelompok elit malah berdansa-dansi menikmati semua itu. Satu komoditi politik dikuasai oleh Piranas.
Angga (Oka Antara) punya nilai moral yang begitu tinggi untuk menyelesaikan semua permasalahan ini. Berawal sebagai wakil rakyat di masa depan, Angga ingin membuat kehidupan lebih baik.
Sayang, ia dikhianati. Misinya yang semula baik-baik saja digagalkan oleh kolega-koleganya di Piranas. Genoside!
Pembantaian masal akan dimulai. Angga tersudut. Mau tidak mau ia harus membangun skuatnya sendiri. Bebekal pengalamannya sebagai anggota Marinir, Angga menyusun kekuatan kembali. Ia bertemu kembali dengan kawan-kawan lamanya.
Tino (Arifin Putra), Oggi (Verdi Solaiman), Ethan (Miller Khan) dan Bara (Rio Dewanto) adalah mantan rekan setimnya di Marinir. Ditambah dengan seorang berandalan yang juga pernah di militer bernama Spec (Chicko Jerikho), mereka mulai mengurai intrik yang ditimbulkan olh partai Piranas.
Baku hantam, tembak-tembakan dengan teknologi baru dan kerusuhan melanda Indonesia. Adegan bengis ditambah tentang penentuan siapa yang benar atau salah adalah kekuatan yang mampu melinglungkan penonton di film ini.
Salah satu film action Indonesia dengan alur cerita yang rapi, dan tidak tergesa-gesa, sehingga nyaman untuk ditonton. BookMyShow memberikan acungan jempol untuk penulis naskah yang mampu menata filmnya dengan cerdas.
Bengis, Kurang Emosional
Foxtrot Six adalah film action. Kamu akan menyaksikan banyak adegan bengis akan disajikan mulai dari pertengahan hingga akhirnya hampir selesai. Adegan baku hantam yang disiapkan untuk film ini memang tidak main-main. Ada nama Uwais Team yang bekerjasama dengan Randy Korompis menggarap scene-scene laganya.
Lihat saja Rio Dewanto dan Oka Antara yang ternyata fasih memainkan adegan bela diri dengan baik. Hentakan peluru di kepala pun menjadi suguhan yang ditawarkan di dalam film. Tak tanggung, benar-benar brutal.
Sayang, film ini kurang emosional. Entah mungkin karena terlalu banyak karakter yang cukup terlihat penting di film ini. Oka Antara mungkin jadi pemeran utama di film ini. Namun, kehadiran Julie Estelle, Arifin Putra hingga Chicko Jerickho sedikit terasa hambar, meskipun karakter mereka sebenarnya bisa lebih dimaksimalkan.
Paling terasa kurang emosional adalah hubungan antara Oka Antara dan Julia Estelle yang terkesan hanya basa-basi. Mungkin saja naskahnya memang dibuat seperti ini, untuk memberikan “pereda” pada penonton ketika film ini sedang ngegas ketegangannya.
Dystopia yang Tanggung
Berulang kali, Foxtrot Six disebut menampilkan kisah Indonesia di masa Dystopia. Benar film in imengisahkan penggalan Indonesia di masa depan. Namun, seperti kehilangan ruh dari Dystopia itu sendiri.
Oke, sah-sah saja di masa depan mungkin saja masyarakat sipil yang sedang kelaparan masih memiliki satu ponsel pintar.
Namun, jika dirunut kembali, Dystopia merupakan gambaran masa depan kehidupan yang lebih buruk dari masa sekarang ini. Sayangnya Foxtrot Six belum terlalu maksimal menampilkan latar cerita ini.
Dystopia yang digambarkan hanyalah tentang si kaya dan misikin. Pemberontakan masyarakat sipil dan militer atau politik yang berada di balik kursi kuasa.
Namun, alangkah lebih indahnya jika Dystopia tersebut juga menggambarkan tatanan sosial masyarakat yang benar-benar kacau balau.
Terasa seperti benar-benar dikurung dalam kekuasaan yang cenderung fasis. Tak ada lagi coffee shop yang masih bisa dinikmati oleh masyarakat kelas menengah.
Seakan-akan langit hitam, jalan-jalan yang becek dan kengerian yang begitu mencekam adalah poin penting dari Dystopia itu sendiri. Foxtrot Six seperti masih “malu-malu” mengungkapkan ini hampir di sepanjang filmnya.
Apalagi, film ini secara umum menggambarkan pergolakan gerakan reformasi dengan pemerintah yang sedang berkuasa.
Oh satu lagi, di jaman Dystopia sebaiknya tidak ada ojek online.
CGI Belum Sempurna
Sah-sah saja jika ada penonton yang merasa puas dengan CGI yang ditawakan oleh film ini. BookMyShow tidak menyebutnya kurang. namun mungkin saja belum maksimal. Gambaran teknologi layar sentuh melalui jendela atau pemutar musik otomatis yang menggunakan suara bisa dibilang sangat oke pada awal film.
Perangkat militer yang terhubung dengan gadget-gadget keren pun mampu divisualisasikan dengan baik. Sayang, begitu masuk ke dalam bagian “Kodiak” satu perangkat tempur di masa depan semuanya menjadi terasa canggung.
Kami tidak menuntut CGI di film ini sangat sempurna. Namun, jika film ini sedang direncanakan sekuelnya, maka untuk cerita berikutnya harus dibuat dengan CGI yang benar-benar maksimal.
Satu lagi, bagian editing yang terasa tak sempurna, khususnya ketika menggambarkan pergolakan masyarakat dalam tatanan sosial yang kisruh jadi terasa tak nyaman untuk ditonton.
Alangkah baiknya, keseluruhan ide cerita memang benar-benar menggambarkan masyarakat Indonesia sendiri yang terlibat percekcokan dengan penguasa maka, konsep Civil War yang lebih brutal dan bengis memang benar-benar akan terjadi.
Kepingan yang masih kurang ini membuat Foxtrot Six seakan kehilangan ruhnya sebagai film action dengan latar Indonesia di masa Dystopia.
Secara keseluruhan, film yang disutradarai Randy Korompis ini jadi angin segar bagi para sineas lainnya dalam mengembangkan sebuah film action. Lama mati suri dan butuh waktu untuk bisa berada di level Hollywood, Foxtrot Six masih tetap nyaman untuk ditonton sebagai hiburan dan film action yang menarik di tahun 2019.
Ah iya, bagaimana nasib Angga (Oka Antara)? Bisakah ia melawan pengkhianatan dan menemukan fakta dari kebenaran-kebenaran yang belum terjawab? Pesan langsung tiket bioskopnya di situs atau aplikasi BookMyShow yang tersedia gratis bagi pengguna Android dan iOS.