Review Film: Feminisme Sumba di Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak

Setelah sukses melenggang di festival film luar negeri, akhirnya film karya Mouly Surya pulang kampung. Menawarkan genre Satay Western, Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak sudah dinanti para penggemar film di Indonesia.

Film ini mengisahkan perjalanan Marlina (Marsha Timothy), seorang janda yang tinggal di perbukitan Sumba, Indonesia. Kemudian datang lah seorang perampok bernama Markus (Egi Fedli) memulai seluruh kejadian yang akan menimpa Marlina.

Perampokan yang dilakukan sederhana saja, ancaman secara verbal dan emosional. Ia mengatakan bahwa seluruh ternak diambil dan dibawa pergi bersama teman-temannya nanti malam, dengan bonus meniduri Marlina.

Malam hari tiba dan para kawan perampok datang mengemudikan truk dan Markus meminta Marlina untuk memasak makan malam. Tanpa emosi yang meluap-luap Marlina menemukan cara untuk mengatasi para perampok, diracun.

Sedangkan Markus? Sayangnya Markus tidak memakan makan malamnya, ia memiliki santapan malam yang lebih nikmat bersama dengan Marlina. Ditengah-tengah perkosaan, Marlina tidak menyerah dengan keadaan yang menimpanya, ia mengambil golok lalu memenggal kepala Markus.

Dimulai lah perjalanan Marlina dalam menebus keadilan yang terbagi dalam empat babak yaitu perampokan, perjalanan, pengakuan, dan kelahiran.

Feminisme Sumba di Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak

Film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak garapan Mouly Surya sangat padat, dipenuhi dengan keindahan alam Sumba, sinematografi apik, musik catchy, dan akting para pemain yang penuh emosi.

Film hasil kolaborasi dengan empat negara lain, yakni Perancis, Malaysia, Singapura, dan Thailand ini sudah ditayangkan secara internasional dan masuk nominasi di Festival Film Cannes 2017.

Film ini juga menyajikan cerita yang intens tanpa banyak drama ataupun dialog, ditambah dengan para pemain yang berbicara dengan logat Sumba yang membuat film ini layak tonton.

Secara keseluruhan, Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak mengisahkan tentang keberanian dan peran wanita dalam kehidupan, ditambah dengan masih banyaknya laki-laki yang mengobjektifikasi perempuan dan merasa lebih superior.

Tidak hanya Marlina, temannya yang bernama Novi (Dea Panendra) yang tengah hamil 10 bulan tetapi tidak kunjung melahirkan juga ikut meramaikan film ini.

Akting para pemain tidak perlu diragukan lagi. Marsha berhasil mencuri perhatian dengan aktingnya yang ekspresif dan emosional sehingga tidak terlihat membosankan. Egi Fedli juga dapat menampilkan sisi jahatnya sebagai perampok tanpa banyak aksi. Didukung juga oleh Dea Panendra yang kental dengan logat Sumba-nya.

Kawanan perampok bernama Franz yang diperankan Yoga Pratama juga menambah nilai keindahan film ketika ia sedang bernyanyi dengan logat Sumba. Penampilan apik bintang-bintang ini tentu didukung adanya pelatihan selama 3 bulan untuk mengenal budaya serta bahasa Sumba.

Kebudayaan dan estetika Sumba juga mendukung film ini, dengan alunan musik sederhana namun terdengar catchy semakin menambah nuansa emosional di setiap adegan film. Selain itu panorama alam Sumba, seperti pemandangan bukit dan keadaan sekitar para penduduknya yang direkam dan ditangkap kamera dengan indahnya.

Film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak akan tayang di bioskop tanggal 16 November 2017. Jangan lupa pesan tiketnya di BookMyShow. 

Penulis:

Natasha Cindy

Baca juga:

8 Fakta Unik Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak

Film Indonesia yang Pernah Tayang di Cannes Film Festival