Review Film: Mampukah Jailangkung Selegit Jelangkung?

Di tahun 2001, Jose Purnomo dan Rizal Mantovani membuat film yang bikin orang punya alasan ke bioskop untuk nonton film Indonesia. Akhir tahun 90-an dan awal 2000-an dunia perfilman Indonesia boleh dibilang sedang mati suri. Jelangkung seolah lewat jampi-jampinya menghidupkan gairah kreatif untuk bangkit dan menghantui bioskop di Indonesia. Kesuksesan itu coba dibangkitkan ulang oleh Jose dan Rizal di tahun 2017 ini. Namun, apakah film ini bisa mendatangkan orang ke bioskop lewat mantra-mantra pemanggilnya.

Versi baru dari Jelangkung yang diberi nama Jailangkung ini mencoba tampil dengan kemasan berbeda. Dibanding dengan versi klasiknya, Jailangkung dibuat dengan penggarapan yang terlihat lebih mahal dan juga tata suara yang lebih ramai. Lokasi syuting film ini pun dilakukan di berbagai tempat seperti di Nusa Tenggara Barat, Bali, Purwokerto, Depok, Bandung, Bogor, dan Jakarta. Biayanya pun fantastis. Jailangkung diproduksi dengan bujet Rp 10 miliar, sepuluh kali lipat dibanding produksi Jelangkung versi klasik. Sayangnya, Jailangkung hanya terlihat mahal saja, namun tidak mampu menebar kengerian seperti versi pendahulunya.

Jailangkung berkisah tentang Ferdi yang diperankan Lukman Sardi yang ditemukan koma setelah tinggal di rumah tua miliknya di Jawa Timur. Ketiga anaknya Angel, Bella, dan Tasya pun bertanya-tanya kenapa ayah mereka tidak sadarkan diri. Dokter tidak bisa memberi diagnosa yang tepat mengenai gangguan yang diderita Ferdi. Untuk itu, Bella menemui salah satu teman kampusnya, Rama untuk mencari cara agar bisa menyadarkan ayahnya lagi.

Ketiga anak Ferdi yang diperankan Hannah Al Rashid sebagai Angel, Amanda Rawles sebagai Bella, dan Gabriella Quinlyn sebagai Tasya ini membawa Rama yang diperankan Jefri Nichols untuk mengunjungi rumah tua ayahnya. Di sana mereka menemukan kalau Ferdi bermain jailangkung untuk memanggil roh istrinya yang wafat setelah melahirkan Tasya. Pemanggilan roh itu pun berjalan tidak sesuai rencana, karena roh-roh jahat lainnya justru merasa diundang dan menghantui mereka.

Jailangkung adalah film horor yang memberikan sentuhan modern dan didedikasikan untuk generasi sekarang. Ada adegan di mana teknologi terkini menjadi bagian dari plot cerita. Bintangnya pun dipilih yang masih fresh seperti Amanda Rawles dan Jefri Nichol. Keduanya terbilang sukses menarik perhatian setelah penampilan mereka di film Dear Nathan. Amanda dan Nichol menjadi titik sentral cerita, bahkan porsi tampil mereka malah menenggelamkan penampilan makhluk halus di film ini yang sebenarnya juga tidak begitu mengerikan. Selain itu kehadiran Amanda dan Jefri diharapkan bisa mengundang fans mereka berbondong-bondong ke bioskop dan ikut merasakan sensasi kengerian jailangkung.

Dengan menjadi kisah modern dari Jelangkung, versi 2017 boleh disebut sebagai Jelangkung 2.0. Beberapa hal terlihat baru, namun Jailangkung masih tampil dengan formula yang tidak jauh dari versi klasiknya. Plotnya mirip, tentang ritual jelangkung yang digunakan sembarangan. Latar belakangnya pun tidak jauh berbeda. Kedua film ini sama-sama bolak-balik dari kota besar ke hutan di mana terdapat rumah seram dan juga satu tempat yang memiliki sejarah yang mengerikan. Sayangnya dari semua kesamaan itu, ada satu hal yang luput ditiru di versi barunya. Jailangkung terbilang gagal menghantarkan tugas utamanya membuat penonton menjerit ketakutan. Jauh berbeda dengan Jelangkung versi pendahulunya.

https://www.youtube.com/watch?v=Yh4EJmZU13M

 

Bujet produksi yang wah pun ternyata tidak menjamin Jailangkung mampu menampilkan kengerian yang wah. Adegan seram Jailangkung terlihat ala kadarnya. Sedikit ironi apalagi jika melihat Jelangkung versi klasik begitu memukau meski tampil sederhana dan dibuat dengan bujet pas-pasan. Sepertinya Jose dan Rizal lupa dengan semangat mereka saat keduanya membuat Jelangkung di tahun 2001. Di film itu, keduanya tampak total untuk membuat mantra jelangkung seolah berbisik di telinga penonton dari awal sampai akhir film. Lewat mantra legendarisnya, “Datang tak dijemput, pulang tak diantar”, Jelangkung versi klasik berhasil menjadi salah satu film paling dikenang.

Sayangnya di Jailangkung 2017, film ini seperti terlalu fokus pada untuk membangun chemistry Amanda dan Nichol. Plot cerita selalu bertumpu pada kedua rising star ini, mengalihkan film dari atmosfir horor yang harusnya dibangun. Duet sutradara ini seolah lupa bahwa di setiap film horor, tokoh utamanya tentu adalah makhluk mengerikan yang selalu menghantui sepanjang film.

Di luar segala kelebihan dan kekurangan filmnya, Jailangkung tetap menjadi tontonan yang layak dinantikan. Apalagi buat kamu pecinta film horor yang merindukan aksi jelangkung menebar kengerian di layar lebar. Ada beberapa adegan yang cukup bikin merinding. Namun jangan terlalu berharap Jailangkung akan bisa selegit versi klasiknya.

Film Jailangkung tayang serentak di bioskop pada 25 Juni 2017 tepat di momen Lebaran. Penasaran? Segera pesan tiketnya di sini.

 

 

Baca juga:

Daftar Film Indonesia Tayang Lebaran 2017

Review Film: Miss Granny Rasa Lokal di Film Sweet 20

 

3 thoughts on “Review Film: Mampukah Jailangkung Selegit Jelangkung?

Comments are closed.