Review Film: Menyentil Isu Sosial Lewat Komedi Cerdas Stip & Pensil

Setelah kesuksesan film Danur: I Can See Ghosts yang menembus angka 2 juta penonton dan menjadikannya sebagai film horor Indonesia terlaris, MD Pictures selanjutnya merilis film komedi berjudul Stip & Pensil. Menunjuk sutradara Ardy Octaviand yang sebelumnya menyutradarai film 3 Dara (2015), dan naskahnya ditulis oleh Joko Anwar. Empat bintang utama dalam film ini adalah Ernest Prakasa, Ardhit Erwandha, Indah Permatasari, dan Tatjana Saphira.

Film dimulai dengan drama teater yang membosankan dimana karakter Bubu (Tatjana Saphira) diperkenalkan. Kemudian datang Toni (Ernest Prakasa), Aghi (Ardhit Erwandha), dan Saras (Indah Permatasari) yang berniat menyelamatkan teater tersebut dari rasa kantuk penonton dengan menampilkan hip-hop dance. Mereka pun dipanggil kepala sekolah atas perbuatan yang dianggap tidak senonoh tersebut.

Inti cerita baru terasa ketika mereka berempat ingin membuktikan diri kalau mereka dapat memenangkan kompetisi esai bertema kehidupan sosial yang diumumkan Pak Adam (Pandji Pragiwaksono). Tujuan lainnya adalah untuk membuat Edwin (Rangga Azof) dan kawan-kawan tidak mem-bully mereka lagi. Perjalanan tersebut yang membawa TOGIBURAS (Toni, Aghi, Bubu, Saras) pada karakter Ucok (Iqbal Sinchan), Pak Toro (Arie Kriting), dan Mak Rambe (Gita Bhebhita) karena usaha mereka membangun sekolah darurat bagi anak-anak kurang mampu.

Joko Anwar membuktikan bahwa naskah yang ditulisnya selalu memiliki kekuatan tersendiri dalam genre apapun. Kali ini sasarannya pada komedi yang sarat akan isu pendidikan dan kesenjangan sosial. Melalui pendekatan kehidupan masyarakat di lingkungan kumuh, Joko berhasil menyajikan komedi yang tetap terasa segar dengan jokes yang cerdas. Lihat saja bagian Ernest yang minum teh di teras rumah Pak Toro, bagian Mak Rambe yang selalu berkilah, atau sesederhana nama koran “Harian Jakarta Weekly” yang sukses membuat penonton tertawa terpingkal-pingkal.

 

Win-win solution

Ada yang menarik dari film ini bila melihat dari sudut pandang lain tentang fenomena penggusuran kawasan yang dianggap kumuh di Jakarta. Tragedi penggusuran disajikan secara menghibur pada saat bentrokan antara warga dengan petugas Satpol PP yang hanya menjalankan perintah. Ardy Octaviand mengambil jalan tengah yang aman dari terpaan kontroversi dengan memilih membuat kedua belah pihak tetap berdamai. Lagi-lagi dengan dialog cerdas yang membuat kita berpikir tentang nasib warga yang digusur dan petugas yang dipecat dari pekerjaannya.

Namun, Stip & Pensil masih tersandung banyak masalah di sana-sini. Seperti adegan subplot Koh Salim bertemu anaknya yang terasa kurang penting, hal teknis pada ADR (Automated Dialog Replacement) para aktor yang masih seperti rekaman studio, sampai hal yang paling krusial yakni judul film. Mungkin kita akan bertanya-tanya setelah keluar bioskop, apa sebenarnya maksud dari judul tersebut?

Stip & Pensil menghadirkan film komedi cerdas yang enak sekali ditonton bila mengesampingkan kekurangannya. Film yang tetap memiliki pesan penting untuk situasi saat ini. Jangan lewatkan film Stip & Pensil yang tayang di bioskop mulai 19 April 2017.

Segera beli tiketnya di BookMyShow!

 

 

Penulis: Razny Mahardhika

 

 

Baca juga:

Ketahui 8 Fakta Ini Sebelum Nonton Stip & Pensil

Daftar Bioskop yang Menayangkan Film Stip & Pensil. Cek Jadwalnya!

2 thoughts on “Review Film: Menyentil Isu Sosial Lewat Komedi Cerdas Stip & Pensil

Comments are closed.