“Indahnya hidup bila seng ada beban. Cuma ada cinta.” Petikan dialog yang diucapkan oleh Kawanua pada Saras di pinggir pantai eksotis Pulau Seram tersebut menjadi satu clue penting ketika kita menonton film Salawaku. Film ini merupakan karya perdana Pritagita Arianegara yang dibintangi Karina Salim, JFlow Matulessy, Raihaanun, dan aktor pendatang baru, Elko Kastanya. Ditayangkan perdana dalam ajang tahunan Tokyo International Film Festival 2016, Salawaku kemudian membawa pulang 3 Piala Citra Festival Film Indonesia pada tahun yang sama.
Salawaku bercerita tentang seorang bocah bernama Salawaku (Elko Kastanya) yang berusaha mencari keberadaan kakaknya, Binaiya (Raihaanun) yang terpaksa meninggalkan desa karena aib yang dimilikinya. Secara logis sudah tentu Salawaku mencari kakaknya karena mereka sudah tidak memiliki orangtua. Salawaku lalu memulai perjalanannya dengan mencuri sampan milik kepala desa dengan bermodal informasi singkat bahwa Binaiya sedang berada di Piru.
Saras (Karina Salim) yang terdampar di hamparan pasir putih dipertemukan dengan Salawaku akibat sampan Saras yang hanyut. Saras yang merupakan turis domestik asal Jakarta memiliki kepribadian yang bertolak belakang dengan Salawaku, namun akhirnya mereka sepakat untuk melanjutkan perjalanan bersama. Tak disangka, putra kepala desa, Kawanua (JFlow Matulessy) menyusul Salawaku untuk dapat mengurungkan niat bertemu Binaiya dan membawanya pulang.
Pada hakikatnya, film Salawaku memang tipikal road movie yang akan mengajak kita bersama-sama dengan karakter utama bertemu karakter lain untuk mencapai satu tujuan. Premis filmnya sederhana, mencari keberadaan Binaiya. Mungkin sebagian dari kita dapat menebak bagaimana akhir dari film ini, namun proses perjalanan Salawaku yang akan membawa kita pada pengalaman perjalanan yang berbeda. Pengalaman yang membahas tentang isu perempuan yang sampai hari ini masih sensitif untuk diperbincangkan di Indonesia.
Karakter Salawaku secara meyakinkan diperankan oleh anak asli Maluku, Elko Kastanya. Pergulatannya menghadapi omongan orang dewasa sesuai dengan filosofi Salawaku yakni perisai perang Maluku yang melambangkan keberanian. Acungan jempol juga patut diberikan pada Karina Salim yang berusaha memberikan penampilan yang sesuai takaran, terutama pada bagian yang menguras emosi penonton. Raihaanun dan JFlow tak diduga tampil memberikan sentuhan manis pada film ini. Pendalaman karakter yang dipersiapkan secara matang terlihat dari bagaimana mereka berbicara dan menatap satu sama lain pada bagian pertengkaran di Piru.
Pujian tertinggi dapat diberikan pada Faozan Rizal yang mampu menyajikan keindahan sinematografi pada landscape tiap lokasi. Keindahan yang bukan hanya semata-mata mengambil gambar bagus, namun tetap bertumpu pada kekuatan naskah yang ditulis oleh Iqbal Fadly dan Titien Watimena. Terlihat pada shot pertama dan terakhir Salawaku yang akan menjelaskan pada kita bahwa kita tidak pernah lepas dari laut yang kadang tenang kadang bergejolak sesuai dengan penggambaran karakter Salawaku dan Saras.
Namun ada sedikit keganjilan pada karakter Saras yang seolah-olah dipertemukan dengan Salawaku. Perasaan aneh dapat muncul di benak penonton ketika mengetahui Saras adalah seorang backpacker dari Jakarta tanpa adanya sedikit bukti prolog yang menunjukkan hal tersebut. Apalagi dengan masalah yang dihadapi Saras bersama pacarnya yang ditunjukkan lewat voice over percakapan mereka. Mungkin pertanyaan ini yang membuahkan jawaban berupa video klip soundtrack “Imaji Sunyi” yang dinyanyikan Karina Salim.
Di luar itu, Salawaku berhasil menyajikan cerita perjalanan yang berkesan di hati penonton. Pemandangan cantik dan kekuatan akting dari jajaran pemainnya akan membuat kita tersenyum ikhlas setelah keluar dari bioskop. Segera nonton Salawaku di bioskop, tayang 23 Februari 2017.
Beli tiket film Salawaku di BookMyShow. Seng boleh lupa kakak!
Penulis: Razny Mahardhika
Baca juga: