Ini Yang Perlu Dikembangkan dari Film Indonesia Menurut Amrit Punjabi

Berdiri sejak 1989, Multivision Plus, kini dikenal dengan MVP, telah menjadi salah satu pelopor rumah produksi film di Indonesia. Setelah 27 tahun, MVP masih menjadi pemain yang disegani dalam industri hiburan di Indonesia.

 

Apa kira-kira yang perlu dikembangkan dari perfilman nasional? Bagaimana MVP memandang industri perfilman Indonesia dalam 3 tahun ke depan? BookMyShow Indonesia berkesempatan untuk berbincang langsung dengan Head of Production MVP, Amrit Punjabi, di Multivision Tower pada 20 Mei 2016.

 

Banyak rumah produksi film kini membuat film bertema komedi. Apakah ini tren baru atau tuntutan pasar?

Saya percaya ini merupakan tren baru. Ini dimulai tahun lalu saat banyak film komedi muncul, Comic 8, Ngenest, dan film-film ini laku di pasaran. Popularitas para comic (stand up comedi-an) pun makin membesar. Drama masih sukses, namun saya rasa banyak orang Indonesia menginginkan film yang tidak terlalu banyak mikir, yang bisa kita dapat dari film komedi.

 

Untuk MVP, bakal ada berapa film baru tahun ini?

Tahun ini kami masih ada 4 atau 5 film lagi. Bakal ada 3 Srikandi di bulan Agustus, kemudian Lenong Rumpi dan Perjalanan. Syutingnya tahun ini, tapi tayangnya belum tentu. Kemudian ada 1 lagi film komedi, dan 1 film drama. Drama ini tentang kehidupan cinta, ini salah satu film yang skripnya saya langsung baca dari awal sampai akhir, dan suka sekali dengan ceritanya. Kami masih belum menentukan pemainnya, namun syutingnya akan berlangsung di New Zealand dan Jakarta. Film ini bagus untuk anak muda yang baru selesai kuliah, kemudian kerja.

Head of Production MVP Amrit Punjabi
Head of Production MVP Amrit Punjabi (Foto: Tri Wahyudi/BookMyShow)

Lalu apa film unggulan MVP?

Kalau untuk film dengan big budget kami ya jelas 3 Srikandi. Ada banyak nama besar: Reza Rahadian, Bunga Citra Lestari, Chelsea Islan, dan Tara Basro. Kami juga berusaha mengikuti perkembangan zaman dengan mencoba membuat web series. Idenya adalah coba menawarkannya pada stasiun televisi. Jika oke, bisa ditayangkan di televisi, namun jika tidak, maka bisa diupload di platform video, kemudian menawarkan kepada sponsor untuk membuat keseluruhannya, ada kurang lebih 13 episode. Menurut kami, saat itu yang tidak dimiliki Indonesia, yaitu series. Kita punya sinetron, namun itu sangat berbeda dengan series. Sinetron itu kan striping, syuting hari ini untuk tayang besok, jadi dari banyak sisi tidak akan memberikan kualitas terbaik. Terlalu dipaksain.

 

Film 3 Srikandi ini termasuk film biopik karena mengangkat tiga atlet wanita. Belakangan juga makin banyak rumah produksi yang membuat film biopik. Apakah ini semacam shortcut karena kekurangan ide, atau justru ini memang diperlukan untuk memotivasi orang Indonesia?

Saya rasa bukan kehabisan ide, tapi ada message yang bagus yang ingin diberikan. Dilihat dari sisi nasionalismenya, jiwa semangatnya. Dari dulu MVP sudah banyak membuat biopik, seperti Sang Pencerah, Soekarno, Hijrah Cinta (kisah Uje), sekarang 3 Srikandi. Film-film jenis cukup banyak peminatnya ya. Ini sesuatu yang berbeda. Saya pikir tidak semua orang Indonesia tahu bahwa medali Olimpiade pertama diraih Indonesia melalui 3 atlet ini. Ceritanya bagus sekali, apalagi kan juga memberi kisah kekuatan perempuan.

Cuplikan adegan film 3 Srikandi
Cuplikan adegan film 3 Srikandi

Apakah 3 atlet ini masih hidup dan ikut terlibat dalam pembuatan film 3 Srikandi?

Kami berkonsultasi dengan mereka. Tiga atlet ini masih hidup, dan anak salah satunya bahkan akan berangkat ikut Olimpiade ke Rio. Donald Pandiangan sudah tidak ada (meninggal dunia), dan anaknya yang melatih ketiga aktris.

 

Berbicara tentang revisi daftar negatif investasi yang memberikan peluang bagi investor asing untuk terlibat dalam industri perfilman kita, bagaimana Anda melihat ini?

Saya tidak melihat ini sebagai tantangan. Sekarang dibuka 100 persen, sementara menurut saya seharusnya hanya 60 persen. Mereka (investor asing) harus tetap menggandeng perusahaan lokal. Namun apakah saya melihat itu tantangan? Tidak. Kenapa? Karena kita butuh mereka, terutama dari sektor bioskop. Indonesia dengan populasi hhingga 230 juta orang, penonton terbesar kita 4,8 juta dan itu bahkan tidak sampai 5 persen dari total populasi. Ada yang salah dengan ini. Indonesia hanya memiliki kira-kira 1500 layar.

 

Kita sendiri tidak bisa langsung membuat perubahan itu, kita butuh pihak lain dengan kucuran dana yang lebih besar. Selain itu, hanya orang Indonesia yang paham market Indonesia. Orang Amerika bisa datang ke sini, namun saya rasa mereka tidak akan mengerti market di sini. Mereka bisa membuat film Hollywood di sini, itu beda kasus. Namun saya rasa mereka tidak bisa membuat film Indonesia. Kita masih tetap butuh sentuhan orang Indonesia asli. Orang Amerika tidak mungkin paham bahasa percakapan sehari-hari kita, jadi filmnya pasti terasa berbeda.

 

Saya menerima investor asing, namun saya rasa cukup dengan 60 persen. Ini juga bakal memberi kesempatan untuk orang Indonesia bekerja dengan mereka yang memiliki teknologi lebih terdepan. Mereka bisa mempelajarinya dan menerapkannya di kemudian hari. Idenya adalah belajar. Anda belajar dari orang dengan teknologi dari kita, dan mereka juga membutuhkan kita, dan akhirnya kita mempunyai hal yang berguna ke depannya.

 

Jika melihat perbedaan antara film luar dan dalam negeri, sebenarnya apa yang bisa dikembangkan dari film Indonesia? Apakah isi ceritanya, atau akting pemainnya?

Menurut saya lebih ke skrip. Itu satu hal yang masih kurang baik selama ini. Kita tahu bagaimana cara membuat film action, film komedi, tapi yang buruk adalah bagian skrip. Ide dari bagian skrip masih sangat kurang. Dari situ, bagian-bagian lainnya akan ikut membaik dengan sendirinya.

 

Kita buat film yang tadinya hanya ditonton 4 juta orang. Dengan semakin meningkatnya jumlah layar bioskop, film itu bisa saja ditonton lebih banyak orang. Ini tentu saja mendatangkan pendapatan. Dengan uang, kita bisa mendapatkan teknologi yang dimiliki orang Amerika. Kalau sekarang kan susah. Kalau ada uang, kita bisa terus memperbarui teknologi yang kita miliki. Tapi dari ide cerita, kita masih kurang baik. Kita lihat film Hollywood, begitu banyak film yang idenya out of the box. Tidak ada film Indonesia yang begitu. Mungkin dapat lucunya, sedihnya, tapi tidak out of the box. Penulis cerita sangat penting bagi semua film.

 

Apa film Indonesia yang terakhir ditonton?

Saya ingin menonton AADC 2. Saya sedang tidak ada di dalam negeri selama 2 minggu, jadi saya tidak punya waktu untuk menontonnya. Selain AADC 2, film yang benar-benar ingin saya tonton adalah My Stupid Boss. Saya yakin film itu luar biasa. Dilihat dari trailer saja sudah bagus. Kalau AADC 2, kita harus tonton karena itu sedang tren dan karena namanya. Tapi kalau My Stupid Boss, Reza Rahadian memerankan karakternya luar biasa. Kalau saya tidak nonton AADC 2, saya tidak merasa kehilangan. Tapi kalau saya sampai tidak nonton My Stupid Boss, merasa ada yang kurang.

 

Kedua film ini, AADC 2 dan My Stupid Boss, keduanya dibintangi 2 pasangan artis, Dian Sastro-Nicholas Saputra dan BCL-Reza Rahadian. Pasangan mana yang bakal jadi movie darling di industri film Indonesia?

Saya pikir kita bakal lebih banyak memiliki kesempatan untuk melihat BCL dan Reza Rahadian tampil dalam satu layar lebih banyak daripada Dian Sastro dan Nicholas Saputra. Itu sudah jelas.

 

Sebagai seorang produser film, bagaimana Amrit Punjabi melihat industri film Indonesia dalam 3 tahun ke depan?

Menurut saya, 3 tahun ke depan tidak akan terlalu banyak perubahan. Mungkin bakal ada 1 atau 2 film besar. Perubahan bakal berasa seiring dengan bertambahnya jumlah layar bioskop. Kalau ingin membuat film yang bagus, kita harus berkompetisi dengan film-film Korea, Thailand, Amerika, kita perlu uang yang banyak. Uang itu bisa didapat kalau jumlah layar bioskop makin banyak. Kesempatan bagi film yang dibuat untuk ditonton lebih banyak orang akan makin besar.

Dengan revisi daftar negatif investasi, meningkatnya jumlah layar bioskop akan makin bagus. Film asal-asalan masih tetap ada, tapi bioskop juga akan makin pintar memilih film yang bakal ditayangkan. Kita kan harus lihat kualitasnya juga. Saya mungkin salah, tapi itu menurut saya. Sedih rasanya film paling laris hanya ditonton 4,8 juta orang. Sayangnya suka ada yang menunggu film versi gratis (download ilegal). Orang-orang harus mulai bisa menghargai hasil karya ya. Orang-orang yang membuat film ini mereka kan berusaha keras bikinnya.

 

Seberapa besar pengaruh aktor atau aktris yang bermain dalam sebuah film dalam menentukan larisnya sebuah film?

Para artis yang terlibat dalam sebuah film itu juga harus ikut mempromosikan filmnya. Mereka adalah sosok yang ingin dilihat para penonton. Dan jika mereka mampu berinteraksi dengan para penonton, masyarakat akan merasa bahwa sang artis ini keren, ramah, mau membalas komentar fansnya di media sosial, maka dengan sendirinya orang-orang bakal mau menonton film yang mereka bintangi.

***

Simak juga trailer film 3 Srikandi produksi MVP yag rencananya rilis Agustus 2016:

Leave a comment