Kisah di Balik Penetapan 30 Maret Jadi Hari Film Nasional

Pada 30 Maret, para insan film Indonesia memperingati Hari Film Nasional. Namun tahukah kamu mengapa tanggal 30 Maret dijadikan Hari Film Indonesia? Kenapa tidak pada awal bulan atau tengah bulan?

Sejarah Hari Film Nasional

Alasan tanggal 30 maret menjadi Hari Film Nasional karena pada tanggal tersebut merupakan hari pertama syuting film Darah dan Doa (rilis internasional dengan judul The Long March) pada 30 Maret 1950. Film Darah dan Doa merupakan film pertama Indonesia yang disutradari dan diproduseri oleh orang pribumi, walau film cerita pertama yang dibuat di Indonesia adalah Loetoeng Kasaroeng (1926), tidak menjadi film pertama Indonesia karena disutradari oleh orang Belanda G. Krugers .

Darah_dan_Doa_Sewindu_Perfini_p2Darah dan Doa merupakan film produksi dari Perfini (Perusahan Film Indonesia) yang disutradarai dan diproduseri oleh Umar Ismail. Umar sendiri merupakan seorang mantan tentara yang sebelumnya menjadi  asisten sutradara Andjar Asmara dalam film Gadis Desa. Darah dan Doa menceritakan tentang  perjalanan panjang (long march) prajurit Republik Indonesia, yang diperintahkan kembali ke pangkalan awal, dari Yogyakarta menuju Jawa Barat. Rombongan dari para prajurit (Divisi Siliwangi) dan keluarga itu dipimpin oleh Kapten Sudarto (diperankan oleh Del Juzar). Terdapat ketegangan dalam sepanjang jalan , mereka menghadapi serangan udara dari musuh dan juga ketakutan serta penderitaan lainnya. Umar pun memasukkan intrik pengkhianatan dalam film ini.

Darah_dan_Doa_siliwangiSelain Del Juzar, film ini dibintangi oleh Farida, Aedy Moward, Sutjipto, Awal, Johana, Rd Ismail, Muradi, Muhsjirsani, Ella Bergen, A Rachman, Rosihan Anwar serta aktris yang populer dalam film horror Indonesia, Suzanna hadir difilm ini ketika berusia 8 tahun.

Umar Ismail Sebagai Bapak Film Indonesia

Film ini diproduksi dengan anggaran sebesar Rp 350.000 dan diniatkan untuk diputar di Festival Film Cannes, kesulitan keuangan menyebabkan proses produksi Darah dan Doa hampir terhenti sebelum sutradara menerima dukungan keuangan. Setelah selesai produksi dan menjalani sensor film ini pun dirilis, namun tak sesuai yang diharapakan, Darah dan Doa gagal secara komersil namun tetap mendapatkan ulasan ulasan positif, bahkan Umar Ismail dijuluki sebagai Bapak Film Indonesia.

usmar_ismail

Penasaran dengan film dibalik Hari Film Nasional ini? Salinan film ini dimiliki oleh Sinematek Indonesia dalam format 35 mm dan VHS. Sinematek sendiri terdapat di Haji Usmar Ismail Center, sebuah bangunan 5 lantai yang terletak di Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

 

Selamat Hari Film Nasional Indonesia 2016. Dukung dan tonton terus film-film Indonesia.

One thought on “Kisah di Balik Penetapan 30 Maret Jadi Hari Film Nasional

Leave a comment