Review Film: The Shape of Water, “Basah-Basahan” A-la Del Toro

Menjadi pemenang untuk film terbaik menjadikan film The Shape of Water sebagai salah satu film yang paling ditunggu untuk dirilis di bioskop.

Pada tanggal 29 Maret 2018 yang lalu, film arahan sutradara Guillermo Del Toro ini resmi hadir di bioskop-bioskop Indonesia. Jika kamu belum mengetahui cerita film ini, Del Toro menawarkan sebuah film dengan genre drama-fantasi.

Bukan sekali ini saja del Toro sukses menghadirkan film dengan genre yang sama. Pada tahun 2006, film Pan’s Labyrinth juga bercerita tentang drama fantasi.

Film The Shape of Water bercerita tentang sebuah drama percintaan dengan latar belakang Amerika Serikat pada tahun 1960. Ketika negara-negara yang sedang berkuasa terlibat konspirasi menemukan makhluk asing dari semesta yang tidak pernah terduga.

Namun, bukan itu yang ingin disampaikan oleh del Toro melalui film ini. Film ini kisah percintaan tidak biasa dah “basah-basahan” antara dua makhluk hidup yang berbeda.

Elisa Esposito (Sally Hawkins) seorang wanita tunawicara dengan rutinitas unik, yaitu masturbasi di di bak mandinya dan baru berangkat bekerja di sebuah laboratorium milik pemerintah Amerika Serikat pada malam hari.

Kehidupan Elisa kemudian mendadak berbeda ketika dirinya bertemu dengan sebuah makhluk Amphibi  (Doug Jones) yang baru saja di bawa ke laboratorium. Elisa yang penasaran dengan makhluk ini kemudian secara diam-diam selalu menyusup ke tempat Amphibi tersebut disimpan.

Berkali-kali bertemu dengan sang Amphibi, membuat Elisa tahu banyak tentang makhluk ini. Namun, pertemuan diam-diam ini mulai terkuak ketika dua orang pejabat tinggi laboratorium yaitu Richard Strickland (Michael Shannon) dan Dr. Robert Hoffstetler (Michael Stuhlbarg) menemukan beberapa keanehan.

Semuanya terlibat “basah-basahan” dalam konflik demi konflik pribadi mereka. Konflik percintaan sekaligus kepentingan pribadi antara Elisa, Richard, Dr. Robert, hingga Zelda (Octavia Spencer) dan Giles (Richard Jenkins).

Lalu, apakah konflik ini kemudian terselesaikan dengan damai? Lalu bagaimana rasa hubungan diam-diam antara Elisa dengan makhluk Amphibi? Semuanya disajikan dengan Del Torro dengan sederhana dan tidak bertele-tele.

Namun, tetap membuat penonton akan selalu bertanya-tanya, bagaimana para pemeran di dalam film mengakhiri semuanya.

Baca Juga: Alasan Kenapa Kamu Wajib Nonton The Shape of Water

Fantasi Liar Guillermo Del Toro

review-film-the-shape-of-water-basah-basahan-a-la-del-toro

Jika kamu sudah terbiasa dengan film-film fantasi Del Toro seperti Hellboy atau Pacific Rim, maka hal yang sama juga bisa kamu temukan di The Shape of Water. Sebut saja karakter Amphibi yang terlihat memang terlihat sesuai dengan fantasi Del Toro.

Fantasi ini kemudian terlihat lebih liar dengan cara Del Toro menerjemahkan setiap karakter pemainnya. Elisa, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya punya kebiasaan unik, yaitu masturbasi di bak mandinya.

Tidak hanya itu, karakternya yang tenang biasa menjadi “gila” karena Elisa akan selalu melakukan apa yang ia, mau termasuk mencuri makhluk langka dari laboratorium milik pemerintah Amerika.

Lain lagi dengan Richard Strickland, seorang militer yang bisa disebut sakit jiwa jika kehendaknya tidak tercapai. Rela melakukan apa saja agar apa yang diinginkannya tercapai. Karakter lainnya tidak kalah liar seperti Dr. Robert Hoffstetler yang ternyata seorang mata-mata atau Giles yang ternyata seorang homoseksual.

Karakter ini bisa ditata dengan rapi oleh Del Toro dan menjadikannya sebuah cerita drama yang sebenarnya sederhana namun sarat dengan berbagai macam pesan.

Di dalam film The Shape of Water,  Del Toro juga menempatkan spektakel untuk terus menggali emosi penonton. Del Toro menggambarkan bagaimana kisah cinta itu bukan lagi sebuah hal yang tabu.

Mendobrak dan menghempaskan bagi orang-orang yang selalu melihat segala hal dari satu sisi. Karena di dalam film ini jangan berharap kamu akan melihat Del Toro menampilkan karakter yang memang benar-benar punya nilai moral yang sempurna.  

Kamu akan diajak terjebak “basah-basahan” dengan ide liar dari Del Toro.  Sang sutradara memadukan semuanya dengan unsur thriller, dark humor dan musik scoring klasik kamu bisa saja memang benar-benar terbawa dengan suasana cinta yang benar-benar damai dan tidak akan terusik dengan perkara-perkara sepele.

Fantasi Del Toro, dalam film The Shape of Water akan mengajak kamu melihat dunia akan menjadi damai jika kita tidak terus-terus memaksakan kehendak sendiri dan bisa hidup berdampingan meskipun penuh perbedaan.

Masih ragu? Jangan lewatkan kesempatan promo beli tiket bioskop online di BookMyShow. Tentu saja, bagi kamu yang ingin menonton film The Shape of Water, langsung pesan tiketnya di bawah ini.

One thought on “Review Film: The Shape of Water, “Basah-Basahan” A-la Del Toro

Comments are closed.