Review Film: Ketika Cinta Disalahartikan di Film Posesif

Posesif merupakan film bergenre romance suspense karya perdana Palari Films. Belum ditayangkan di bioskop, film ini sudah mendapatkan nominasi Piala Citra. Tidak tanggung-tanggung film yang disutradarai oleh Edwin ini berhasil memborong 10 nominasi Festival Film Indonesia sekaligus! Posesif mendapat nominasi kategori Film Terbaik, selain itu Putri Marino yang baru saja menginjakkan kakinya di dunia perfilman langsung mendapat nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik, dan peran Adipati Dolken sebagai Yudhis, kekasih yang posesif mendapat nominasi Pemeran Utama Pria Terbaik. Dengan meraih pencapaian sebesar ini tentu membuat penonton penasaran dengan keunggulan film Posesif.

Film ini memberikan nafas baru bagi film romance di Indonesia. Posesif menyajikan genre romance yang tidak melulu memunculkan kisah dramanya saja, kali ini sutradara Edwin juga menambahkan unsur suspense. Film yang diproduseri oleh Muhammad Zaidy dan Meiske Taurisia ini mampu membangkitkan emosi penonton dan masuk ke dalam film untuk merasakan apa yang sepasang kekasih ini rasakan. Film ini juga membeberkan fakta sebenarnya mengenai kisah percintaan, walaupun pahit namun ini adalah kenyataan yang disampaikan oleh sutradara Edwin kepada penonton agar penonton dapat lebih aware terhadap adanya unsur posesif yang ia kemas ke dalam film.

Cerita ini dimulai dengan pertemuan Lala (Putri Marino) seorang atlet loncat indah dengan Yudhis (Adipati Dolken) seorang murid baru di sekolah. Singkat cerita keduanya jatuh cinta dan mulai menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Pada awalnya kisah cinta masa SMA mereka terjalin manis, namun lama kelamaan, Yudhis menunjukan sifat posesifnya yang mengancam Lala dan hubungan asmara mereka. Sifat kepemilikan Yudhis terhadap Lala sudah mencapai batas tidak wajar.

Alur dalam film ini tidak terburu-buru, jalannya kisah Posesif diceritakan dengan detail sehingga penonton dapat paham betul dengan keseluruhan cerita. Konflik yang dituangkan dalam film ini tidak klise, penulis Gina S. Noer menuliskan cerita yang benar-benar relateable dan menggambarkan keluh kesah percintaan dalam remaja yang selama ini belum pernah diangkat ke dalam film. Isu ini sangat penting dan bermanfaat untuk para penontonnya.

Bicara tentang akting, acungan jempol patut dilayangkan untuk Putri Marino. Walaupun ini adalah kali pertama Putri masuk ke dunia film, namun ia mampu memerankan perannya dengan baik dan membuat film ini lebih emosional. Penonton dapat mengerti betul mengenai unsur psikologis dan tekanan yang dirasakan oleh Lala.

Sementara itu, Adipati Dolken yang memang sudah dikenal dengan perannya sebagai anak SMA, kali ini kembali lagi dengan perannya tersebut. Berbeda dengan film-film sebelumnya, penonton akan dibuat campur aduk saat melihat karakter Yudhis. Penonton bisa senyam-senyum sendiri melihat tingkah Yudhis ketika bersama dengan Lala, takut ketika melihat sisi agresifnya, kadang menjadi kesal karena sifatnya, dan penonton juga bisa merasakan kesedihan yang dirasakan olehnya.

Tidak ketinggalan Cut Mini! Karakter ini merupakan karakter kunci dalam film ini, akting Cut Mini walaupun hanya sebentar namun sangat mencekam dan berpengaruh dalam keseluruhan film, begitupun dengan ayah Lala (Yayu Unru) yang penuh dengan emosi seorang bapak kepada anaknya yang nyata.

Unsur suspense yang dihadirkan oleh Edwin sangat terasa dengan adegan-adegan mencekam yang disuguhkan sehingga membuat penonton takut, namun terus merasa penasaran dengan kelanjutan cerita dari kedua pasangan kekasih ini.

Hal lain yang mendukung keseluruhan film ini adalah soundtrack. Pemilihan soundtrack dalam ini berhasil membangun elemen yang bekerja sama menghasilkan efek yang emosional ketika adegan-adegan tertentu dilakukan. Banda Neira, Sheila on 7, Matter Halo, dan sederet penyanyi lainnya berhasil mendukung keseluruhan film ini.

Walaupun film ini merupakan film yang disetting pada masa SMA, namun Posesif tetap dapat dinikmati oleh semua umur karena kasus dalam film ini yang sangat luas, tidak mencakup isu percintaan anak remaja saja. Setiap karakter mempunyai pesan masing-masing yang ingin disampaikan kepada para penonton, sehingga penonton dapat melihat dari berbagai perspektif baik itu dari Lala, Yudhis, ibu Yudhis, dan ayah Lala. Posesif ini bukan hanya terkandung dalam hubungan antara pasangan kekasih, namun juga dalam keluarga, teman, dan lingkungan. Penonton dipastikan akan pulang dengan membawa pesan yang bermakna, dan banyak hal dapat dipetik dari film ini.

Ending dalam film ini sangat unpredictable, untuk para penonton yang tidak ingin terkena spoiler sebaiknya cepat menonton filmnya di bioskop. Catat ya tanggalnya 26 Oktober, Posesif akan rilis di bioskop seluruh Indonesia. Kalian juga bisa beli tiketnya di BookMyShow!

 

Penulis: Gabriella Jacqueline

 

Baca juga:

Review Film: Thriller dengan Lelucon Segar di Happy Death Day

Selain Happy Death Day, Ini 5 Film yang Bertemakan Time Loop

One thought on “Review Film: Ketika Cinta Disalahartikan di Film Posesif

Comments are closed.