Review Film: The Red Sea Diving Resort, Misi yang Terbuang Sia-sia

Membayangkan sebuah film yang menempatkan premis misi penyelamatan bisa jadi menarik untuk ditunggu. Apalagi, film ini biasanya identik dengan kisah nyata. Netflix pada akhir bulan Juli lalu merilis film orisinilnya yang berjudul The Red Sea Diving Resort.

Film yang mengisahkan bagaimana Sammy Navon (Alessandro Nivola), Walton Bowen ( Greg Kinnear), Rachel Reiter (Haley Bennett) dan Chris Evans yang berperan sebagai Ari Levinson, ini sendiri diangkat dari kisah nyata.

Tak ada yang menyangka ketika sebuah hotel yang seharusnya menjadi tempat wisata, kemudian menjadi sebuah tempat kamuflase yang pas untuk menjalankan sebuah misi. Intelejen Israel yang dipimpin Ari Levinson kemudian menyewa sebuah hotel untuk menyamarkan misi mereka.

Misi untuk ini untuk menyelundupkan ribuan Yahudi Etiopia dari 1970-an sampai 1980-an agar tidak menjadi ladang pembantaian pasukan Sudan. Banyak akal, dan melihat dari sudut pandang yang berbeda. Mau, tidak mau, suka atau tidak suka, intelijen Israel memang punya banyak akal.

Sebagai orang awam, konsep-konsep dan cara kerja intelijen Israel yang tak biasa menjadi bagian dari film ini. Misalnya, saja bagaimana mereka menyewa sebuah tempat yang kemudian jadi hotel. Melakukan berbagai trik dan tentu saja keahlian agen-agen intelijen yang minim baku hantam, namun bermain dengan strategi.

Hal ini yang ditunjukkan di dalam film The Red Sea Diving Resort. 

Chris Evans Lepas dari ‘Cap’

review-film-the-red-sea-diving-resort-misi-yang-terbuang-sia-sia
Sumber: Netflix

Tak ada yang salah mendapuk Chris Evans sebagai pemeran utama di film ini. Setelah tak lagi menyandang panggilan “Cap” (Captain America) Chris Evans memang harus keluar dari bayang-bayang Co-leader Avengers. Setidaknya itu berhasil ia lakukan di film ini.

Hanya saja, jika melihat brewoknya, malah akan menggiring penonton tentang penampilannya sebagai “Nomad” di film Avengers: Infinity War. Setidaknya, Chris Evans sudah cukup baik memerankan karakter Ari. Sayangnya, ini tidak diimbangi oleh pemeran utama lainnya. Hanya Sammy Navon (Alessandro Nivola) yang cukup menonjol. Sisanya,  tak ada yang benar-benar istimewa dari pemeran lainnya.

Michael K. Williams yang berperan sebagai Kebede Bimro, orang Etiopia yang membantu menyelundupkan warganya, tak begitu mengkilap. Karakter ini begitu punya nilai yang kuat saat trailernya, namun ketika filmnya, jumlah waktu yang menampilkan karakter Kebede Bimro ternyata tak banyak.

Hal yang wajar. Mungkin saja karena The Red Sea Diving Resort ingin lebih menampilkan sudut pandang bagaimana intelijen Israel menyelesiakan misi ini.  Pemimpin sadis dari Sudan yang diperankan oleh Kolonel Abdel Ahmed (Chris Chalk) hanya terlihat berbahaya di awal film.

Punya daya ledak yang sebenarnya mengerikan. Setidaknya, ia mampu memainkan psikologis para intelijen Israel yang dikenal jenius. Sayang, perannya di film ini justru melempe. Tanpa tekanan yang berarti. Hanya mengecek bekas truk yang dikabarkan ditembak oleh berondongan peluru pasukannya.

Setelah itu, karakter pun seharusnya terlihat berbahaya dan mengancam atau setidaknya menyulitkan pekerjaan intelijen Yahudi ini justru tidak mengancam atau memberikan pengaruh sama sekali.  Ada, adegan baku tembak. Namun, adegan ini dibuat semampunya saja.  Bahkan, jika boleh mengusulkan adegan baku tembak ini tak pernah ada, bahkan tak pernah ada dalam naskahnya.

Drama Tanpa Thriller

review-film-the-red-sea-diving-resort-misi-yang-terbuang-sia-sia
Sumber: Netflix

Misi penyelamatan seharusnya dibangun dengan ketegangan yang intens. The Red Sea Diving Resort tak menawarkan itu. Misi ini hanyalah sebagai buah pemikiran “Out of the Box” para agen intelijen Israel. Meskipun begitu, sebuah pekerjaan yang terkait misi penyelamatan seharusnya sulit.

Namun, ini tidak terjadi. Semuanya berjalan-jalan datar saja. Sesekali pasukan Sudan mencoba bermain-main dengan kejeniusan para intelijen Israel. Namun, tidak ada yang mengigit. Tak ada ketegangan yang benar-benar berarti.

Penyelamatan dramatis yang seharusnya tegang, malah menjadi kisah drama. Tak ada emosi yang menyulut rasa simpati, atau semacam membuat bulu kuduk merinding karena alasan kemanusian. Tak ada yang benar-benar membuat The Red Sea Diving Resort disebut sebagai sebuah misi penyelamatan.

Film ini hanya mencoba untuk memvisualisasikan bagaimana proses dari misi penyelematan ini dilakukan. Tentu saja, mencoba menempatkan Chris Evans yang begitu kental dengan pesona Captain America adalah jalan lain, agar The Red Sea Diving Resort sebagai sebuah hiburan yang ingin disuguhkan Netflix. 

Memang benar, The Red Sea Diving Resort didasarkan dari kisah nyata. Namun, jika diulang lagi dalam bentuk visual, film ini seperti sebuah kesia-siaan yang dibuat berdasarkan “hotel” dan peran intelijen Israel.

Belum-belum, sudah kangen dengan penampilan Chris Evans setelah tak lagi menjadi Captain America. The Red Sea Diving Resort bisa jadi pilihan hiburan sembari menunggu film-film terbaik lainnya yang sedang tayang di bioskop minggu ini.