Review Film: Scary Stories to Tell in the Dark, Kengerian yang Komplit

Tak ada horor yang benar-benar menyentak dan penuh kejutan, setidaknya hingga pertengahan tahun 2019. Namun, film Scary Stories to Tell in the Dark berhasil mengubah semua itu. Sebuah cerita horor yang diadaptasi dari series horor karya Alvin Schwartz.

Jika buku “Scary Stories to Tell in the Dark” mampu mengilustrasikan horor dengan ‘halus’, maka filmnya mampu menggambarkan film tersebut dengan cerdas.

Ada satu legenda yang selama ini hanya masuk telinga kanan dan keluar di telinga kiri. Tentang hilangnya anak-anak dan remaja di sebuah kota kecil bernama Mill Valey. Mitos ini tertutup rapat selama ratusan tahun sampai pada akhirnya di sebuah malam Halloween tiga sahabat Stella Nicholls (Zoe Margaret Colletti), Auggie Hilderbrandt (Gabriel Rush) dan Chuck (Austin Zajur) dan seorang imigran bernama Ramón Morales ‘bemain-main’ dengan misteri tersebut.

Berawal dari sebuah rumah tua tak berpenghuni mereka mencoba mencari tahu bagaimana mitos itu bermulai. Adalah kisah Sarah Bellows yang punya cerita melalui catatan hariannya. Catatan harian yang ditulis dengan darah anak-anak dan kemudian anak-anak tersebut menghilang.

Cerita yang hanya beredar dari mulut ke mulut ini kemudian diungkapkan oleh Stella. Ia menemukan buku harian Sarah. Penasaran dengan cerita Sarah, ia terus melihat tulisan-tulisan itu. Sampai pada akhirnya, catatan harian Sarah kemudian menuliskan cerita horornya sendiri. Darah-darah mengalir bak simfoni di atas kertas.

Celaka, cerita-cerita mengerikan itu justru akan merengut nyawa mereka sendiri. Satu per satu teman-teman Stella berada dalam bahaya, termasuk Stella.

Jadi, cerita tentang rumah tua di Mill Valeys dan Sarah Bellows adalah hanyalah mitos? Scary Stories to Tell in the Dark akan mengajak penonton terhimpit dalam kengerian yang sebenarnya ada di pikiranmu. BookMyShow memilih film ini sebagai salah satu film horor terbaik di tahun 2019 dari Hollywood.

Horor yang Mengalir Mulus

review-film-scary-stories-to-tell-in-the-dark-kengerian-yang-komplit
Sumber: Lionsgate

Sejak dimulai, Scary Stories to Tell in the Dark memang mampu memainkan ceritanya dengan baik. Setiap alur dibangun pelan, tanpa cela, teratur dan tidak terburu-buru. Sulit rasanya mencari kesalahan dalam plot yang dibangun. Pengenalan karakter pun nyaris sempurna. Bahkan, untuk karakter yang termasuk dalam pemeran pembantu seperti Tommy (Austin Ambrams) dan Ruth (Natahlie Ganzhorn).

Nuansa horor sudah dibangun sejak ilustrasi Harold berada di ladang jagung. Film ini menggambarkan kengerian yang benar-benar merasuki pikiran. Sampai pada akhirnya mitos ini mulai menganggu dan mengejar buruan-buran mereka.

Cerita-cerita kengerian yang tersimpan di kepala mereka benar-benar terasa nyata. Transisi horor ini yang berjalan mulus. Penonton akan dibuat penasaran sekaligus terkejut dan tentu saja beberapa adegan-adegan yang menjijikkan.

Semuanya dibangun untuk menciptakan kekuatan horor yang berjalan mengalir dan mulus. Jumpscare? Tidak terlalu banyak. Namun, ada satu adegan yang mengajak penonton ikut membangun adegan jumpscare itu di dalam pikiran mereka sendiri.

Salah satu adegan berkelas. Salah satu jumpscare yang terasa sulit untuk ditemukan di beberapa film bergenre horor dalam beberapa tahun terakhir. Kreasi dari sutradara André Øvredal memang berjalan baik. Namun, secara keseluruhan, peran Guillermo del Toro sebagai produser di film ini tampaknya sangat kuat dan tidak bisa diabaikan.

Jika kamu penggemar film-film del Toro, pasti tahu persis bagaimana ia mengkreasikan gambaran cerita sebuah film dari awal hingga akhir. Pelan, namun menusuk, membuat penonton ikut terpengaruh di dalam filmnya.

Misteri yang Kuat

review-film-scary-stories-to-tell-in-the-dark-kengerian-yang-komplit
Sumber: Lionsgate

Film Scary Stories to Tell in the Dark punya satu genre lain yang sangat kuat selain horor dan bahkan lebih besar dari horornya. Misteri. Lagi-lagi, naskah yang tepat mampu membuat film ini menghadirkan sudut pandang misteri yang begitu kuat dan cerdas.

Penonton dibuat gregetan dengan misteri yang dihadirkan dan berusaha dipecahkan oleh pemerannya. Jika sudah seperti ini, penonton pastinya akan terbawa suasana film. Karakter Stella memang paling kuat, namun jangan lupakan juga bagaimana peran Chuck yang juga sempurna.

Meskipun tak terlalu banyak terlibat dalam memecahkan misteri, namun Chuck sudah menghadirkan penampilan yang membuat penonton ikut berada pada posisi Chuck.

Film Scary Stories to Tell in the Dark dengan sangat baik menterjemahkan goresan tinta yang ada di dalam bukunya. Menonton film ini seperti melihat penampilan gabungan dari film horor IT dan serial televisi Netflix Stranger Things. Paket komplit yang luar biasa menarik.

Pengaruh Guillermo del Toro

review-film-scary-stories-to-tell-in-the-dark-kengerian-yang-komplit

Sebelumnya, BookMyShow sudah menyebutkan pengaruh Guillermo del Toro tampaknya besar di film ini. Sebagai gambarannya, hal ini terlihat dalam monster-monster mengerikan yang ditampilkan di dalam film. Ini salah satu spesialisasi del Toro dalam membangun film.

Beberapa diantara kamu tentu ingat bagaimana ia membangun makhluk-makhluk fantasi dalam film Mimic, Hellboy (2004), Pan’s Labyrinth, hingga Kaiju di film Pacific Rim. Fantasi ini juga dihadirkan dengan sangat baik di sepanjang visualisasi film Scary Stories to Tell in the Dark.

Ada enam cerita, ada enam makhluk ‘mengerikan’ yang digambarkan dalam film ini. Bahkan, untuk hanya sekadar ‘jari kaki’ yang mengerikan. Ah, tentu saja karakter Harold di dalam bukunya pun mampu divisualisasikan dengan baik.

Secara keseluruhan, kamu tidak harus membaca bukunya untuk bisa memahami film ini. Kamu hanya perlu menonton filmnya dan siap-siap berada dalanm kengerian yang diciptakan oleh pikiranmu sendiri. Merindunkan film horor yang berkelas di tahun 2019, mari menonton Scary Stories to Tell in the Dark. 

Baca Juga: Rekomendasi Film Jelang Nonton Scary Stories to Tell in the Dark