Review Film: Remake Kisah Cinta Galih dan Ratna di Era Millennials

February in Love memang sudah berakhir, namun buihnya masih akan terasa di layar bioskop Indonesia. Sebut saja pelakunya, film Galih dan Ratna. Film ini merupakan remake film Gita Cinta dari SMA (1979) yang diadaptasi langsung dari novel dengan judul yang sama oleh Eddy D. Iskandar. Mengandalkan sentuhan tangan sutradara yang berbeda, Lucky Kuswandi membawa Refal Hady dan Sheryl Sheinafia sebagai the new of Galih dan Ratna di generasi millennials.

Cerita bermula dari Ratna (Sheryl Sheinafia), gadis berbakat asal Jakarta yang mau tidak mau, harus tinggal satu atap bersama tantenya, Tantri (Marissa Anita) di kota Bogor, dengan alasan sang Ayah (Hengky Tornado) memfokuskan dirinya pada tugas dinas di luar negeri. Bukan hanya itu saja, Ratna harus siap menjajaki babak baru di sekolah barunya yang mempertemukan ia dengan sosok Galih, pria asli Bogor yang hidup dengan bayang-bayang almarhum ayahnya dan tuntutan sang ibunda (Ayu Dyah Pasha) untuk mengutamakan pendidikan. Padahal Galih memiliki keinginan terpendam untuk mengurusi toko kaset milik almarhum ayahnya yang mulai bangkrut akibat persaingan dunia digital.

Berawal dari pandangan pertama, menimbulkan rasa penasaran Ratna akan sosok Galih dengan tipikal cowok cool yang berprestasi. Sampai pada satu momen saat Galih dan Ratna bertatap muka efek ketertarikannya dengan walkman yang sedang didengarkan Galih di belakang sekolah. Galih tanpa ragu membiarkan Ratna mendengarkan mixtape pemberian ayahnya. Berkat pertemuan sederhana inilah yang menjadikan Ratna semakin penasaran dengan Galih, yang mempertemukannya kembali di toko kaset milik almarhum ayah Galih, Nada Musik. Lembar demi lembar kisah sepasang remaja millenials ini pun semakin hidup dan berkembang hingga pada ending cerita.

Film ini memang mengangkat anak-anak remaja millenials yang tumbuh dalam rasa penasaran, aktif, punya hasrat dan semangat yang tinggi dalam mencapai tujuan, dan digitalisasi. Namun, film ini sepertinya malah membawa kita balik ke era jadul. Misalnya saja, mixtape. Seperti tidak mau dilupakan, alat ini malah ditampilkan sebagai ikon utama dalam film yang ditulis oleh Fathan Todjon & Lucky Kuswandi. Dengan tujuan menyampaikan pesan atau informasi, mixtape ala millennials di film Galih dan Ratna disebut sebagai cara ‘romantis’ menembak gebetan. Seperti halnya surat cinta, namun dalam bentuk list lagu pilihan serasi dengan apa yang ingin hati ungkapkan. Hmm.. keren sih! Tapi rasa-rasanya untuk di abad sekarang, siapa ya yang mau dan masih mendengarkan mixtape?

Film remake yang berbeda

Sebagai pemain baru di dunia perfilman, Refal Hady memiliki kesempatan besar untuk menorehkan prestasi di perfilman Indonesia. Sayangnya Refal masih belum bisa memperkuat karakter Galih yang harusnya cool dan misterius, karena ada kalanya pada beberapa adegan, Galih malah terlihat layaknya pria millenials pada umumnya.

Berbeda dengan Sheryl, karakter yang ia mainkan pas porsinya sesuai dengan karakter Ratna yang millennials. Didukung oleh pemain-pemain baru seperti Rain Chudori, Stella Lee, Agra Piliang dan Anneqe Bunglon, film ini mampu menampilkan gradasi remaja sekarang. Misalnya yang ingin tampil eksis dengan followers social media yang banyak, gampang jatuh cinta, berpenampilan nyentrik, sok jagoan dan lainnya yang bisa kalian tonton sendiri dalam filmnya. Karakter pendukung ini turut membawa suasana komedi dengan takaran yang pas juga. Jadi, tidak melulu tentang cinta.

Pemeran Tantri, tante Ratna yang dibawakan oleh Marissa Anita, cukup menarik perhatian. Karakternya yang selalu hepi benar-benar membawa kita terbawa hepi waktu melihatnya. Lebih-lebih lagi style kekiniannya yang tidak mau kalah dengan Ratna. Menarik. Dan Tantri memang sangat mendukung sekali kedua karakter Galih dan Ratna. Tanpanya, karakter Galih dan Ratna takkan terbangun dan berkembang.

Kalian juga akan terkejut dengan sepasang cameo yang pernah memerankan Galih dan Ratna di film pendahulunya yaitu Rano Karno dan Yessy Gusman yang hadir di awal film. Layaknya pembuka film yang ingin menerangkan bahwa ada cerita Galih dan Ratna lain di era yang berbeda.

Seperti yang kita tahu film drama remaja ini adalah film remake tahun 1979. Bagi yang belum menonton, sebaiknya jangan berprasangka bahwa film Galih dan Ratna kali ini memiliki cerita yang sama dengan film Gita Cinta dari SMA. Terlihat banyak perbedaan yang bakal kamu temukan. Memang memiliki inti cerita yang persis dan klise, tapi disajikan dengan cara yang berbeda. Sedari judul saja sudah tidak menggunakan judul lama, lebih fokus pada nama tokoh si pria dan si wanita. Selain ceritanya, karakter-karakter pendukung yang ditunjukkan pun juga banyak yang diubah.

Bisa jadi ini adalah trik dari sutradara untuk memberikan sentuhan baru dalam film ini agar menyesuaikan dengan zaman, siapa tahu bisa memberikan inspirasi bagi siapapun yang merasakan cinta pada pandangan pertama.

Buat kamu yang penasaran dengan film Galih dan Ratna, film ini mulai tayang di bioskop Indonesia pada 9 Maret 2017. Book tiketnya di BookMyShow dan gunakan kode voucher GALIHRATNA untuk menikmati promo Beli 1 Gratis 1.

Baca juga:

Daftar Film Indonesia Tayang Maret 2017
8 Film Indonesia Paling Ditunggu di Tahun 2017

One thought on “Review Film: Remake Kisah Cinta Galih dan Ratna di Era Millennials

Comments are closed.